UmatHindu membawakan Tari Sakral Rejang Renteng dalam upacara Tawur Agung Panca Wali Krama di Pura Besakih, Karangasem, Bali, Rabu 6 Maret 2019. Foto: VIVA - Umat Hindu mengambil sesajen usai melaksanakan persembahyangan dalam upacara Tawur Agung Panca Wali Krama di Pura Besakih, Karangasem, Bali. Ritual setiap 10 tahun sekali tersebut
4 Bali News. Monday, March 11, 2019. International. Mt. Agung erupts amid Panca Wali Krama at Besakih
Untukmendukung Tawur Agung Panca Wali Krama dan Karya Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Agung Besakih Tahun 2019, pada rangkaian kegiatan upacara yang tertentu patut dilaksanakan Yasa Kerti dalam bentuk Upacara dan Upakara yang dipersembahkan di Pura Kahyangan Desa masing-masing keluarga sebagai berikut a. Hari Tanggal Upacara Tempat Anggara
OgohOgoh Siwa Pasopati Dukung Karya Pancawali Krama. 05/03/2019 Bali Ekbis ogoh-ogoh (Baliekbis.com), Sebagai bentuk dukungan terhadap pelaksanaan karya agung Panca Wali Krama di Pura Besakih tahun ini, Sekaa Teruna Catur Murthi Ogoh-ogoh di Denpasar Mulai Dinilai. 25/02/2019 Bali Ekbis Denpasar, dinilai, ogoh-ogoh (Baliekbis.com), Setelah
. Prof. Dr. IGN Sudiana, BP/dokDENPASAR, – Umat Hindu di Bali akan menggelar Karya Agung Panca Wali Krama di Pura Besakih yakni Panca Wali Krama pada 6 Maret 2019 mendatang. Karya yang berlangsung setiap 10 tahun sekali merupakan karya terbesar kedua setelah Eka Dasa Rudra yang berlangsung setiap 100 tahun sekali. Karya Agung ini telah ditetapkan berdasarkan Pesamuan Madya yang digelar Parisada Hindu Dharma Indonesia PHDI Provinsi Bali pada 16 Agustus 2018 lalu di Kantor PHDI Bali di Jalan Ratna, satu point keputusan adalah adanya pelarangan melakukan upacara atiwa-tiwa/ngaben dalam rentang waktu dari tanggal 20 Januari hingga 4 April ini dilakukan untuk menjaga kesucian dan keberhasilan Yadnya Panca Wali Krama tersebut. Apabila ada yang meninggal setelah tanggal 20 Januari 2019, maka diatur sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan. Apabila ada yang meninggal dunia boleh “mekinsan” di pertiwi dan dilakukan pada sore hari, namun tidak mendapatkan tirta yang meninggal adalah Sulinggih dwijati, Pemangku atau mereka yang menurut dresta tidak boleh dipendem, secepatnya dikremasi dan juga diperkenankan untuk “ngelelet sawa”.Bagi yang masih berstatus walaka tidak sampai munggah tumpang salu. Sedangkan bagi Sulinggih dwijati dapat dilanjutkan sampai munggah tumpang lainnya adalah, apabila memiliki jenasah belum diaben, agar nunas Tirtha Pemarisudha dari Pura Dalem Puri Besakih yang sebelumnya sudah dibagikan kepada seluruh umat Hindu di Bali, kemudian dipercikkan ke jenasah dengan terlebih dahulu menghaturkan itu, bagi umat Hindu yang berada di luar Bali agar melaksanakan Yasa Kerti disesuaikan dengan kondisi daerah apa yang mendasari adanya larangan melaksanakan upacara pengabenan selama rangkaian Karya Agung Panca Bali Krama tersebut?Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, saat dikonfirmasi menyebutkan bahwa karya-karya Agung seperti Panca Wali Krama merupakan proses penyucian alam. Oleh karenanya, selama batas waktu tertentu dilakukan proses negtegan karya atau mapanyengker agar peristiwa-peristiwa suci bisa dipertahankan guna mendukung kesuksesan penyelenggaraan karya agung tersebut.“Larangan melaksanakan upacara pengabenan saat karya agung Panca Wali Krama juga tertuang dalam sejumlah sastra agama atau lontar seperti Lontar Bhama Kertih,”ujar Rektor IHDN Denpasar ini, Selasa 8/1 kemarin. winata/balipost
Oleh Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda - Piodalan Panca Wali Krama di Pura Besakih yang melarang adanya aktivitas kematian, menyebabkan banyak kamar jenazah di rumah sakit overload atau tak muat. Bahkan tidak sedikit pula umat Hindu di Bali membawa keluarganya yang sakit keras untuk tinggal di luar Bali. Hal itu untuk mengantisipasi ketika ajal menjemput, mereka mendapatkan tempat untuk menitipkan jenazah sampai piodalan di Pura Besakih selesai. Jika di suatu desa adat menerapkan tradisi mekingsan ring pertiwi dikubur, tentu masyarakat sedikit bisa bernafas lega lantaran jenazah bisa dikubur dengan cara nyulubin. Namun jika desa adatnya menerapkan tradisi mekingsan ring gni dibakar, tentu membuat warga menjadi kesulitan. Apakah memang tidak diperbolehkan menggelar ritual kremasi serangkaian Panca Wali Krama di Pura Besakih? Saya tidak memungkiri, keputusan yang melarang ritual kematian serangkaian Panca Wali Krama di Pura Besakih telah menimbulkan dialektika. Bahkan saya sendiri banyak mendapatkan komplain terkait ini. Katanya, kok orang yang pulang pada Tuhan dihambat? Memang, ketika sebuah keputusan apapun dibuat, jika tidak memikirkan implikasi atau akibat yang ditimbulkan, akan melahirkan dialektika atau komunikasi dua arah. Namun kalau bisa, jangan jadikan dualisme, tetapi jadikan dwalita. Keputusan-keputusan yang tidak diatur oleh kitab suci adalah kewenangan dari para pandita. Di situlah pentingnya ada Parisada Hindu Dharma Indonesia PHDI.
panca wali krama besakih 2019